Minggu, 29 September 2013

Sebuah refleksi menjelang HUT ke 4 tahbisan dan Pesta St. Theresia dari Kanak Kanak Yesus

RIWAYAT HIDUP SANTA THERESIA DARI KANAK-KANAK YESUS

Theresia Martin demikian nama baptisnya, dilahirkan di kota Alençon, Perancis, pada tanggal 2 Januari 1873. Ayahnya bernama Louis Martin dan ibunya Zelie Guerin. Pasangan tersebut dikarunia sembilan orang anak, tetapi hanya lima yang bertahan hidup hinga dewasa. Kelima bersaudara itu semuanya puteri dan semuanya menjadi biarawati!

Ketika Theresia masih kanak-kanak, ibunya terserang penyakit kanker. Pada masa itu, mereka belum memiliki obat-obatan dan perawatan khusus seperti sekarang. Para dokter mengusahakan yang terbaik untuk menyembuhkannya, tetapi penyakit Nyonya Martin bertambah parah. Ia meninggal dunia ketika Theresia baru berusia empat tahun.

Sepeninggal isterinya, ayah Theresia memutuskan untuk pindah ke kota Lisieux, di mana kerabat mereka tinggal.  Di dekat sana ada sebuah biara Karmel di mana para suster berdoa secara khusus untuk kepentingan seluruh dunia. Ketika Theresia berumur sepuluh tahun, seorang kakaknya, Pauline, masuk biara Karmel di Lisieux. Hal itu amat berat bagi Theresia. Pauline telah menjadi "ibunya yang kedua", merawatnya dan mengajarinya, serta melakukan semua hal seperti yang dilakukan ibumu untuk kamu. Theresia sangat kehilangan Pauline hingga ia sakit parah. Meskipun sudah satu bulan Theresia sakit, tak satu pun dokter yang dapat menemukan penyakitnya. Ayah Theresia dan keempat saudarinya berdoa memohon bantuan Tuhan. Hingga, suatu hari patung Bunda Maria di kamar Theresia tersenyum padanya dan ia sembuh sama sekali dari penyakitnya!

Suatu ketika, Theresia mendengar berita tentang seorang penjahat yang telah melakukan tiga kali pembunuhan dan sama sekali tidak merasa menyesal. Theresia mulai berdoa dan melakukan silih bagi penjahat itu (seperti menghindari hal-hal yang ia sukai dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang kurang ia sukai). Ia memohon pada Tuhan untuk mengubah hati penjahat itu. Sesaat sebelum kematiannya, penjahat itu meminta salib dan mencium Tubuh Yesus yang tergantung di kayu salib. Theresia sangat bahagia!  Ia tahu bahwa penjahat itu telah menyesali dosanya di hadapan Tuhan.

Theresia sangat mencintai Yesus. Ia ingin mempersembahkan seluruh hidupnya bagi-Nya. Ia ingin masuk biara Karmel agar ia dapat menghabiskan seluruh harinya dengan bekerja dan berdoa bagi orang-orang yang belum mengenal dan mengasihi Tuhan. Tetapi masalahnya, ia terlalu muda. Jadi, ia berdoa dan menunggu dan menunggu dan berdoa. Hingga akhirnya, ketika umurnya lima belas tahun, atas ijin khusus dari Paus, ia diijinkan masuk biara Karmelit di Liseux.

Apa yang dilakukan Theresia di biara? Tidak ada yang istimewa. Tetapi, ia mempunyai suatu rahasia: CINTA. Suatu ketika Theresia mengatakan, "Tuhan tidak menginginkan kita untuk melakukan ini atau pun itu, Ia ingin kita mencintai-Nya." Jadi, Theresia berusaha untuk selalu mencintai. Ia berusaha untuk senantiasa lemah lembut dan sabar, walaupun itu bukan hal yang selalu mudah. Para suster biasa mencuci baju-baju mereka dengan tangan. Seorang suster tanpa sengaja selalu mencipratkan air kotor ke wajah Theresia. Tetapi Theresia tidak pernah menegur atau pun marah kepadanya. Theresia juga menawarkan diri untuk melayani suster tua yang selalu bersungut-sungut dan banyak kali mengeluh karena sakitnya. Theresia berusaha melayani dia seolah-olah ia melayani Yesus. Ia percaya bahwa jika kita mengasihi sesama, kita juga mengasihi Yesus. Mencintai adalah pekerjaan yang membuat Theresia sangat bahagia.

Hanya sembilan tahun lamanya Theresia menjadi biarawati. Ia terserang penyakit tuberculosis (TBC) yang membuatnya sangat menderita. Kala itu belum ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit TBC. Dokter hanya bisa sedikit menolong. Ketika ajal menjelang, Theresia memandang salib dan berbisik, "O, aku cinta pada-Nya, Tuhanku, aku cinta pada-Mu!" Pada tanggal 30 September 1897, Theresia meninggal dunia ketika usianya masih duapuluh empat tahun. Sebelum wafat, Theresia berjanji untuk tidak menyerah pada rahasianya. Ia berjanji untuk tetap mencintai dan menolong sesama dari surga. Sebelum meninggal Thresia mengatakan, "Dari surga aku akan berbuat kebaikan bagi dunia." Dan ia menepati janjinya! Semua orang dari seluruh dunia yang memohon bantuan St. Theresia untuk mendoakan mereka kepada Tuhan telah memperoleh jawaban atas doa-doa mereka.

Setelah wafat, Theresia menjadi terkenal karena buku yang ditulisnya "Kisah Suatu Jiwa," yang diterbitkan satu tahun setelah wafatnya (di Indonesia diterjemahkan dengan judul: 'Aku Percaya akan Cinta Kasih Allah'). Theresia dikanonisasi pada tahun 1925 oleh Paus Pius X. Ia dikenal dengan sebutan Santa Theresia dari Kanak-kanak Yesus atau Santa Theresia si Bunga Kecil. St. Theresia bersama-sama dengan St. Jeanne d'Arc diberi gelar Pelindung Perancis. Selain itu St. Theresia bersama-sama dengan St. Fransiskus Xaverius diberi gelar Pelindung Misionaris.  Baru-baru ini, tanggal 19 Oktober 1997, Theresia juga menjadi wanita ke-3 yang diberi gelar Doktor Gereja. Kalian dapat mohon bantuannya mengenai apa saja. Ia pernah berjanji  akan melimpahi kita dengan bunga-bunga mawar dari surga dan memang, sejak kematiannya banyak mukjizat yang terjadi berkat bantuan doanya. Pestanya dirayakan setiap tanggal 1 Oktober.




TEMA:
SANTA THERESIA; MAWAR KECIL DI TANGAN TUHAN

SUB TEMA:
BELAJAR BERIMAN BERSAMA “SANG MAWAR KECIL” SANTA THERESIA DARI KANAK-KANAK YESUS


Bacaan injil : Matius 18:1-5




Ada sebuah ungkapan terkenal dalam bahasa Jerman yang bunyinya demikian: liebe wir nur  dutch, liebe verdofelt. Artinya cinta hanya bisa diperganda dengan cinta. Ungkapan ini dibahasakan dalam bentuk yang lain dalam bacaan injil  yang kita bacakan bersama tadi pada  kata-kata Yesus, “barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku”. Seorang anak  yang identik dengan kepolosan, hanya akan merasa dekat dan akrab dengan orang yang sungguh-sungguh mampu untuk menyenangkan hatinya. Secara psikologis, hal ini dilihat sebagai sebuah kewajaran karena seorang anak pada hakekatnya membutuhkan rasa nyaman dari orang atau keadaan di sekitarnya. Yesus menonjolkan figur seorang anak dalam kisah injil tadi untuk menegaskan tentang pentingnya semangat kerendahan hati yang dibingkai dalam rasa kebergantungan atau mengandalkan Allah secara mutlak dalam kehidupan seorang murid Kristus. Kebergantungan itu dimaknai secara positif yaitu mengandalkan kekuatan Allah dan  itu berarti menyadari keterbatasan yang ada dalam diri, kerapuhan yang ada dalam hidup, ketidakberdayaan di hadapan Allah. Bila seseorang telah mengantungkan dan menyerahkan seluruh hidupnya pada Allah maka Allah akan memperganda cintanya dan manusia hendaknya sanggup pula untuk membalas cinta  Allah dengan cinta yang utuh dari hati yang bebas.  Inilah sisi lain dari makna cinta agape seorang murid Kristus.
Hal inilah yang diungkapkan secara istimewa oleh Santa Theresia dalam cara hidupnya, melalui kebergantungannya yang total kepada Yesus  dan melalui jalan hidupnya yang sederhana namun penuh cinta. Cintanya pada Yesus  terungkap dengan begitu indah dalam cintanya kepada sesama. Ia memperganda cinta Yesus kepada dirinya dengan banyak mencintai orang lain dengan kecil jalan-jalan kecil atau melalui hal-hal kecil. Meski ia seorang gadis kecil yang tak berarti dalam pandangan orang di sekitarnya namun dia mempunyai cinta yang besar yang tidak dimiliki orang lain. Di sinilah letak iman yang begitu mendalam dari Santa Theresia ini. Ia  mampu untuk mengubah hal-hal yang kecil menjadi istimewa karena iman yang didorong oleh cintanya yang begitu kuat kepada Yesus.
Sepanjang hidupnya, Teresia menanamkan dalam dirinya kemurahan hati yang mantap dan kesetiaan yang teguh tak tergoyahkan untuk mencapai apa yang menyenangkan bagi Tuhan. Niatnya senantiasa tidak berubah untuk melakukan kehendak Tuhan dan untuk tidak memiliki kehendak lain selain kehendak Allah.
Karena cintanya yang begitu besar akan kehendak ilahi itulah yang mendorongnya untuk berusaha sebaik mungkin untuk menjalani hidup religius dalam seluruh kesempurnaannya: kemurnian, ketaatan dan kemiskinan. Dia memiliki hasrat yang begitu besar untuk menderita, karena menurutnya hal itu merupakan bukti yang paling mulia dalam memberi arti pada cinta kasih yang sejati.
Ia akhirnya sampai pada satu kesimpulan bahwa ada suatu tingkatan cinta kasih yang bahkan lebih tinggi daripada keinginan untuk menderita.  “Tak ada satupun kerinduan lain selain mencintai Yesus sampai ‘gila’. Ya, cinta itu sajalah yang menarik aku. Aku tidak lagi merindukan penderitaan atau kematian, walaupun aku masih mencintai keduanya. Aku telah merindukan hal ini untuk waktu yang lama. Aku telah menderita dan mendekati ajalku... Sekarang, penyerahan diri adalah satu-satunya jalanku. Aku tidak lagi dapat dengan begitu kuatnya untuk mengharapkan apapun juga selain kehendak Allah yang terjadi seutuhnya dalam jiwaku.”  Demikian Santa Theresia membahasakan rasa kebergantungannya secara mutlak pada Yesus.
Dan diilhami oleh S. Yohanes Salib, ia menyimpulkan: “Muderku, betapa manisnya jalan cinta kasih itu! Tak dapat disangkal, kita semua dapat jatuh, untuk gagal dalam bertekun, namun cinta kasih mengetahui bagaimana caranya untuk menarik keuntungan dan segala sesuatu. Ia dengan cepat menghilangkan segala sesuatu yang mungkin tidak menyenangkan hati Yesus, meninggalkan hanya suatu kerendahan hati dan rasa damai yang sangat mendalam di dalam lubuk hati kita.”
Penyerahan diri dan mengandalkan kekuatan Allah, menjadi aturan tetap dan tindakan Sta Theresia. Jelaslah bahwa watak semacam ini adalah suatu watak yang kuat. Apapun motivasi atau cinta yang mungkin mengilhami kita dalam kegiatan-kegiatan kita, tidak ada bukti yang lebih besar dari cinta kasih dan kepercayaan di dalam Tuhan daripada penyerahan diri secara total kepada-Nya. Tidak ada cara yang lebih baik untuk menghormati-Nya selain mengakui Dia sebagai pemegang peran utama dalam diri  dan hidup kita sendiri.
 Allah memiliki rencana-rencana yang khusus bagi setiap orang dan Dia sendiri yang mengetahuinya. Pada saat kita mencoba menuntun jalan kita sendiri, kita justru menghambat karya Allah, karena campur tangan dan penyimpangan kita dan jalan yang telah ditentukan Allah bagi kita; Sebaliknya jika kita menyerahkan diri kepada Allah, kita berjalan pada jalan yang aman. Kita memasuki jalan yang paling singkat untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan-Nya bagi kita.
Sta. Theresia berpendapat bahwa penerimaan yang menyeluruh dan tanpa syarat akan kehendak Allah adalah sarana yang paling tepat untuk menjaga kedamaian jiwa kita. “Hatiku penuh dengan kehendak Allah sehingga seolah-olah tidak ada sesuatupun yang dapat masuk di dalamnya, sekalipun dipaksa. Aku senantiasa tinggal dalam rasa damai tanpa ada yang dapat mengusikku.”
Akhirnya Teresia meneguhkan bahwa supaya dapat mengerti rencana Allah, ia selalu mengarahkan pandangannya kepada Yesus agar dapat mengerti apa yang paling menyenangkan hati-Nya. Inilah yang disebutnya sebagai kerinduan yang kudus.
Selanjutnya, ia menyerahkan kerinduan-kerinduannya itu kepada “Perawan Terberkati”.Hal itu merupakan kebiasaannya, apabila ia merasa kurang yakin akan keputusannya—apakah dengan keputusannya itu ia dapat menyenangkan Tuhan. Ia berkata, “Memohon sesuatu kepada ‘Perawan Terberkati’, tidak sama seperti memohon kepada Tuhan yang baik. Bunda Maria sungguh tahu untuk memperlakukan keinginan kecilku ini, apakah ia akan meneruskan kepada Putera Ilahinya atau tidak... Akhirnya, semuanya itu menjadi hak bagi Bunda Maria untuk menelitinya agar Tuhan yang baik tidak perlu terpaksa mendengarkan aku, namun Tuhan bebas memperlakukan aku seturut kehendakNya.”
Karena kemajuannya dalam penyerahan diri, Teresia mengalami kebahagiaan yang sempuma. “Aku tidak merasa kecewa, karena aku senang akan apa yang Tuhan lakukan.”
Itulah sikap iman sta. Theresia yang mampu menghadirkan diri dan cintanya sebagaimana layaknya seorang anak kecil di hadapan Allah. “Barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Allah”.  Meskipun kecil Sta. Theresia menjadi besar karena kerendahan hatinya dan karena cintanya yang besar kepada Allah.  Amin

 http://www.indocell.net/yesaya/1x1.gif
                                                                          
PERTANYAAN REFLEKSI:

1.      Sering kita merasa gelisah dengan hidup terutama dengan panggilan hidup kita. Kita membentuk banyak keinginan dan membuat perhitungan matematis, untung dan rugi. Kita menyerahkan kepada Tuhan segala macam permohonan tanpa mempertimbangkannya apakah selaras dengan kehendak Tuhan. Kadang-kadang, kita ingin merencanakan hidup kita dan mengatur segalanya menurut kehendak kita sendiri. Di lain pihak, kita khawatir akan masa lampau atau gelisah akan masa depan. Setelah merenungkan teladan dari St. Teresia ini, kita bertanya pada diri kita masing-masing, apakah selama ini kita mengandalkan kekuatan dari Tuhan ataukah lebih banyak kita mengandalkan kekuatan dari yang lain dan juga kekuatan dari diri kita masing-masing?
2.      Tuhan punya banyak rencana yang penuh belas kasih terhadap kita. Dia telah meninggalkan semuanya demi kebaikan kita. Seandainya kita sungguh-sungguh menyerahkan diri kepada-Nya, dengan penuh kesetiaan melaksanakan kehendak-Nya. Apa pun jalan kita yang dituntun-Nya, dan bencana-bencana yang kita alami, kita akan melangkah dalam damai dan mencapai peristirahatan yang telah disiapkan bagi kita. Kita lantas bertanya diri, apakah selama ini kita sudah mampu untuk bekerja sama dengan tawaran rahmat dari Allah yang berlimpah untuk kita ataukah kita banyak kali menolak tawaran rahmat itu sendiri?
3.      Santa Theresia seorang gadis yang sederhana dengan `jalan kecilnya' yang istimewa.  Ia menunjukkan bahwa kekudusan dapat dicapai oleh siapa saja betapa pun rendah, hina dan biasanya orang itu. Caranya ialah dengan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan kecil dan tugas sehari-hari dengan penuh cinta kasih murni kepada Tuhan.  Mampukah kita mengikuti jalan kecil Santa Theresia ini dalam hidup kita setiap hari, terutama dalam cinta, penyerahan diri dan kaul-kaul yang kita hidupi?





DOA

O Santa Theresia dari Kanak-Kanak Yesus
tolong petikkan bagiku sekuntum mawar
dari taman surgawi dan
kirimkan padaku dengan suatu amanat cinta.
O Bunga Kecil dari Yesus
mintalah kepada Allah hari ini
untuk menganugerahkan rahmat yang sangat kubutuhkan ………
(katakan kepada St. Theresia permohonanmu)
Santa Theresia, bantulah aku untuk senantiasa percaya
kepada belaskasih Allah yang sedemikian besar,
sebagaimana telah engkau wujudkan di dalam hidupmu,
sehingga aku boleh mengikuti 'Jalan Kecil'mu setiap hari.
                                                                        Amin.

Sabtu, 28 September 2013

Renungan Minggu Biasa ke XXVI, 29 September 2013: Lukas 16:19-31

Bacaan Injil:
Luk 16:19"Ada seorang kaya yang selalu berpakaian jubah ungu dan kain halus, dan setiap hari ia bersukaria dalam kemewahan.
Luk 16:20Dan ada seorang pengemis bernama Lazarus, badannya penuh dengan borok, berbaring dekat pintu rumah orang kaya itu,
Luk 16:21dan ingin menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya itu. Malahan anjing-anjing datang dan menjilat boroknya.
Luk 16:22Kemudian matilah orang miskin itu, lalu dibawa oleh malaikat-malaikat ke pangkuan Abraham.
Luk 16:23Orang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Dan sementara ia menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya.

Luk 16:24Lalu ia berseru, katanya: Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini.
Luk 16:25Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita.
Luk 16:26Selain dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang.
Luk 16:27Kata orang itu: Kalau demikian, aku minta kepadamu, bapa, supaya engkau menyuruh dia ke rumah ayahku,
Luk 16:28sebab masih ada lima orang saudaraku, supaya ia memperingati mereka dengan sungguh-sungguh, agar mereka jangan masuk kelak ke dalam tempat penderitaan ini.
Luk 16:29Tetapi kata Abraham: Ada pada mereka kesaksian Musa dan para nabi; baiklah mereka mendengarkan kesaksian itu.
Luk 16:30Jawab orang itu: Tidak, bapa Abraham, tetapi jika ada seorang yang datang dari antara orang mati kepada mereka, mereka akan bertobat.
Luk 16:31Kata Abraham kepadanya: Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati."


Renungan:
Injil yang akan kita renungkan bersama pada hari ini berbicara tentang soal kepedulian atau bela rasa. Berbicara tentang soal kepedulian atau bela rasa ini tentu hal itu tidak bisa terlepas dari apa yang disebut kepekaan hati. Penginjil Lukas menampilkan kepada kita sebuah perumpamaan dari Yesus yang mengisahkan tentang  orang kaya dan Lazarus yang miskin. Perumpamaan ini memperlihatkan adegan dramatis yang sangat kontras atau berlawanan - kekayaan dan kemiskinan, surga dan neraka, kasih sayang dan ketidakpedulian . hal ini terungkap dalam kehidupan si kaya dan Lazarus. Si kaya tidak disebut namanya, sedangkan si miskin disebut. Si kaya "setiap hari bersukaria dalam kemewahan" sedangkan si miskin "ingin menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya itu". Si kaya mempunyai rumah, sedangkan si miskin berbaring dekat pintu rumah si kaya .Si kaya berpakaian "jubah ungu dan kain halus" , sedangkan si miskin tidak mampu membeli perban untuk membalut luka-lukanya, sehingga luka-lukanya dijilati anjing-anjing.
Belajar dari perumpamaan ini ada 3 hal yang mau kita renungkan bersama,
Pertama Perumpamaan itu menunjukkan betapa ada begitu banyak orang yang hidupnya miskin dan diperlakukan tidak adil dalam masyarakat. Mereka seperti Lazarus yang berbaring di depan pintu orang kaya. Orang kaya bisa merupakan simbol bagi kita semua yang kurang peduli atau kurang peka dengan keadaan di sekitar kita. Realita sosial macam ini kadang luput dari perhatian kita bahkan cenderung menjadi obyek diskusi, seminar, khotbah dan sejenisnya, lalu tidak menjadi bagian dari disposisi batin orang. Akhirnya kadang kita alami sendiri juga bahwa ada banyak hal yang kita dengan mudah katakan tetapi sulit sekali kita laksanakan. Berbicara tentang orang miskin itu gampang, tetapi berbicara dengan orang miskin kadang masih sulit dalam kehidupan kita.

Yang kedua  Perumpamaan itu menunjukkan bahwa penyalahgunaan kekayaan dalam hidup membuat kita semakin jauh dari Allah. Kita sungguh menyadari bahwa kehidupan kita adalah anugerah yang sangat berharga dari Allah; kita harus bertanggungjawab atas semua yang dipercayakan kepada kita. Kekayaan bisa membuat seseorang buta hati dan menjadi pendewa harta kekayaan.

Yang ketiga Perumpamaan tersebut mengingatkan kita bahwa kehidupan kita sekarang (di dunia) mempersiapkan kita untuk hidup yang akan datang (kekal). “Kemudian matilah kedua orang itu.” Lazarus mati terlebih dahulu sedangkan orang kaya itu kemudian. Lazarus dibawa oleh malaikat-malaikat ke pangkuan Abraham; alasannya karena dia sudah banyak menderita di dunia. Penderitaan macam mana yang membuat dia bisa duduk di pangkuan Abraham? Kalau kita jujur amati teks, orang kaya itu tidak kasar terhadap Lazarus; dia tidak mengusir Lazarus, tetapi dia tidak memandang kehadiran Lazarus dalam hidupnya, singkatnya dia sibuk dengan dirinya sendiri. Dia sama sekali tidak memandang apa yang akan terjadi sesudah kehidupan di dunia ini.

Permintaan orang kaya supaya mengirim utusan dari dunia orang mati ditolak oleh Bapa Abraham, menunjukkan bahwa iman itu tidak bisa bersandar pada mukjizat semata. Iman ternyata datang dari pendengaran, tetapi apa mungkin kita mampu untuk  mendengar suara itu dalam aneka kebisingan yang ada dalam hidup kita?pada titik ini hendaknya kita menyadari bahwa  panggilan kita terletak pada perjuangan untuk memberi kesaksian.

Ada ungkapan yang mengatakan, "Jauh di mata, dekat di hati" sebuah ungkapan yang indah tentang kedekatan batin yang terjalin meski tak berjumpa secara fisik. Namun, atas perumpamaan Tuhan yang satu ini berlaku prinsip yang sebaliknya, yakni "dekat di mata, jauh di hati". Betapa dekatnya Lazarus tinggal dengan si orang kaya. Hanya "... dekat pintu rumah orang kaya itu". Begitu dekatnya ia untuk disapa, diperhatikan, dan ditolong. Namun, Lazarus malah mati mengenaskan dalam kemiskinan. Sangat kontras jika dibandingkan dengan kemakmuran "si tetangga". Mengapa? Semua tahu jawabnya. Sebenarnya banyak penderitaan di dunia ini tak perlu terjadi, jika orang-orang terdekat dari orang yang menderita mau berbuat sesuatu. Tuhan mengizinkan kedekatan fisik terjadi agar kita tergerak berbagi kasih dengan mereka. Dengan anak yang perlu diperhatikan dalam keluarga dan dengan tetangga yang sakit; dengan nenek yang duduk sendirian di sebelah kita waktu di gereja dan pembantu di rumah yang ayahnya sakit keras; Pak Jo yang setia mengangkut sampah dari rumah kita. Dan banyak lagi. Ya, mereka ada "dekat di mata" justru agar tersedia tempat di hati kita bagi mereka. Mari kita belajar untuk senantiasa memiliki kepekaan hati untuk peduli pada apa yang ada di sekitar kita, kiranya Tuhan senantiasa menyertai kita, amin.


Sabtu, 21 September 2013

Renungan Minggu Biasa XXV Lukas, 16:1-13, 22 September 2013

(Renungan ini disampaikan pada saat Misa Pembukaan Konggres Legio Mariae di Katedral Santa Perawan Maria Rosari Suci , Semarang)

BACAAN INJIL:
Dan Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Ada seorang kaya yang mempunyai seorang bendahara. Kepadanya disampaikan tuduhan, bahwa bendahara itu menghamburkan miliknya.Lalu ia memanggil bendahara itu dan berkata kepadanya: Apakah yang kudengar tentang engkau? Berilah pertanggungan jawab atas urusanmu, sebab engkau tidak boleh lagi bekerja sebagai bendahara.Kata bendahara itu di dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat? Tuanku memecat aku dari jabatanku sebagai bendahara. Mencangkul aku tidak dapat, mengemis aku malu.Aku tahu apa yang akan aku perbuat, supaya apabila aku dipecat dari jabatanku sebagai bendahara, ada orang yang akan menampung aku di rumah mereka.Lalu ia memanggil seorang demi seorang yang berhutang kepada tuannya. Katanya kepada yang pertama: Berapakah hutangmu kepada tuanku?Jawab orang itu: Seratus tempayan minyak. Lalu katanya kepada orang itu: Inilah surat hutangmu, duduklah dan buat surat hutang lain sekarang juga: Lima puluh tempayan.Kemudian ia berkata kepada yang kedua: Dan berapakah hutangmu? Jawab orang itu: Seratus pikul gandum. Katanya kepada orang itu: Inilah surat hutangmu, buatlah surat hutang lain: Delapan puluh pikul.Lalu tuan itu memuji bendahara yang tidak jujur itu, karena ia telah bertindak dengan cerdik. Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang.Dan Aku berkata kepadamu: Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi."Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar.Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya?Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu?
Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon."

RENUNGAN:
Injil yang kita dengar bersama pada hari ini berbicara tentang soal kesetiaan. Dan bila kita berbicara soal kesetiaan ketika itu sebenarnya kita berbicara tentang sebuah pengurbanan diri. Dalam perumpamaan yang dikisahkan oleh Yesus ini mengetengahkan seorang bendahara yang tidak jujur. Bendahara itu kedapatan melakukan praktek korupsi dan pencucian uang. Ia kemudian dinyatakan dipecat dengan tidak hormat tanpa pesangon apapun. Bendahara itu kemudian menjadi cemas dengan keadaaan dirinya dan masa depannya yang tidak jelas. Dalam kecemasannya ini, ternyata lagi-lagi dengan praktek yang kotor, ia berusaha untuk menarik simpati orang. Yang aneh adaah bahwa tuannya justru memuji kecerdikan bendahara yang tidak jujur. Letak pujian itu sebenarnya adalah kecerdikan bendahara itu untuk mengamankan masa depannya bukan memuji praktek kotor yang dilakukan oleh bendahara itu. Pada titik lain, bendahara ini menunjukkan banyak sikap buruknya: tidak jujur, korupsi, tidak setia dan tidak ada sikap mau berkurban. Hal ini banyak kita temukan dalam praktek hidup dalam dunia dewasa ini. Bagaimana dengan kita?
Yesus mengajarkan pentingnya kesetiaan dalam hidup kita sehari-hari. Untuk belajar tentang kesetiaan perlu dimulai dari hal-hal yang kecil, hal-hal yang sederhana. Kadang kita memimpikan hal yang besar dan cenderung mengabaikan hal-hal yang kecil. Sebab kadang kita menganggap yang kecil itu sepele dan tidak memiliki arti atau nilai. Tentang kesetiaan mari  kita belajar dari Bunda Maria. Kesetiaan Bunda Maria sungguh luar biasa. Ia setia menjalankan kehendak rencana Allah meski itu harus melalui sebuah kurban yang luar biasa. Ia mengandung Putera Allah dengan resiko bahwa ia harus siap menanggung malu karena mengandung di luar nikah adalah sebuah aib yang besar, ia setia di samping bayi Yesus yang terbaring dalam palungan, ia setia menjaga Yesus dalam pengungsian ke Mesir melintasi padang gurun yang sangat luas. Ia setia untuk harus bolak balik Nazareth Yerusalem hanya untuk mencari Yesus yang hilang dan akhirnya yang paling sempurna adalah ia harus setia untuk berdiri di bawah kaki salib Yesus. Setia itu butuh pengurbanan. Setia itu berarti siap untuk merasa sakit. Setia itu berarti mengecilkan apa yang menjadi keiiginan diri dan membiarkan besar rencana dan kehendak Allah di diri. Memang kadang ketidaksetiaan itu lebih menggairahkan seperti yang ditunjukkan oleh bendahara dalam perumpamaan tadi. Tapi itu tidak pernah akan abadi sebab yang abadi hanya ada dalam kesetiaan.

Anda sekalian sebagai legioner, prajurit-prajurit Maria hanya bisa dikatakan sejati bila anda siap menunjukkan kesetiaan anda dalam hidup sehari-hari. Ingat bahwa setia itu butuh pengurbanan, siap untuk merasa sakit dan lainnya. Tunjukkan bahwa anda seorang prajurit Maria dengan berusaha meneladani sikap Bunda Maria sendiri. Pada titik lain anda juga harus cerdik untuk mengalahkan anak-anak dunia seperti yang ada dalam perumpamaan Yesus tadi. Itu tugas anda sebagai prajurit Maria yang mengalahkan anak-anak dunia bukan dengan kekuatan tapi dengan kerendahan hati dan devosi yang kuat pada Bunda Maria. Percayalah bahwa Sang Bunda selalu akan ada di samping, di belakang dan di depan anda sekalian, ia pasti akan selalu mendoakan kita. Sáncta María, Máter Déi, óra pro nóbis peccatóribus, nunc et in hóra mórtis nóstræ. amin. 

Jumat, 13 September 2013

Renungan Minggu Biasa XXIV, Lukas 15: 1 – 32, Minggu, 15 September 2013

Bacaan Injil:
Luk 15:1 Para pemungut cukai dan orang-orang berdosa biasanya datang kepada Yesus untuk mendengarkan Dia.
Luk 15:2Maka bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, katanya: "Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka."
Luk 15:3Lalu Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka:
Luk 15:4"Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya?
Luk 15:5Dan kalau ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas bahunya dengan gembira,
Luk 15:6dan setibanya di rumah ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetanggan serta berkata kepada mereka: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan.
Luk 15:7Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan."
Luk 15:8"Atau perempuan manakah yang mempunyai sepuluh dirham, dan jika ia kehilangan satu di antaranya, tidak menyalakan pelita dan menyapu rumah serta mencarinya dengan cermat sampai ia menemukannya?
Luk 15:9Dan kalau ia telah menemukannya, ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dirhamku yang hilang itu telah kutemukan.
Luk 15:10Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat."
Luk 15:11Yesus berkata lagi: "Ada seorang mempunyai dua anak laki-laki.
Luk 15:12Kata yang bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku. Lalu ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara mereka.
Luk 15:13Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya.
Luk 15:14Setelah dihabiskannya semuanya, timbullah bencana kelaparan di dalam negeri itu dan iapun mulai melarat.
Luk 15:15Lalu ia pergi dan bekerja pada seorang majikan di negeri itu. Orang itu menyuruhnya ke ladang untuk menjaga babinya.
Luk 15:16Lalu ia ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi itu, tetapi tidak seorangpun yang memberikannya kepadanya.
Luk 15:17Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan.
Luk 15:18Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa,
Luk 15:19aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa.
Luk 15:20Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia.
Luk 15:21Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa.

Luk 15:22Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya.
Luk 15:23Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita.
Luk 15:24Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Maka mulailah mereka bersukaria.
Luk 15:25Tetapi anaknya yang sulung berada di ladang dan ketika ia pulang dan dekat ke rumah, ia mendengar bunyi seruling dan nyanyian tari-tarian.
Luk 15:26Lalu ia memanggil salah seorang hamba dan bertanya kepadanya apa arti semuanya itu.
Luk 15:27Jawab hamba itu: Adikmu telah kembali dan ayahmu telah menyembelih anak lembu tambun, karena ia mendapatnya kembali dengan sehat.
Luk 15:28Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia.
Luk 15:29Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku.
Luk 15:30Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia.
Luk 15:31Kata ayahnya kepadanya: Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu.
Luk 15:32Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali."

Renungan  :
Kabar gembira yang kita renungkan bersama ini mengisahkan tentang domba yang hilang dan anak yang hilang. Dua perumpamaan yang memiliki satu warna dalam dua sisi yang berbeda yaitu warna keadaan manusia bila jauh dari Allah dan kasih Allah yang tak terbatas.  Yang hilang tentu merasa tidak nyaman, putus asa dan kebingungan. Domba yang hilang tentu berlari kian kemari, bingung mencari jalan kembali menuju kawanannya. Anak yang hilang merasa putus asa karena akhirnya harus makan dari ampas yang menjadi makanan kawanan Babi. Satu hal yang tentu sangat menyedihkan. Dua perumpamaan ini, terutama dalam perumpamaan tentang anak yang hilang diawali dengan keyakinan diri dari si anak bungsu bahwa berada jauh dari sang Bapak tentu lebih menyenangkan. Domba yang hilang juga tentu ingin mencari rumput yang lebih hijau dan lebih banyak. Sebuah situasi di mana tercipta hilangnya kontrol atas diri atau berbuat sesuatu demi memuaskan ego. Di sini sisi ketidaksetiaan menjadi begitu dominan. Ketidaksetiaan yang justru menjadi awal sebuah petaka bagi diri. Mengapa? Karena “kesementaraan” biasanya memunculkan fenomena yang lebih menarik. Maksudnya bahwa sisi duniawi yang tampak biasanya lebih mengairahkan dan mengundang ketidaksetiaan. Awalnya Semua berjalan dengan indah, domba menemukan rumput yang bisa dimakan sendiri tanpa harus “saling rampas” dengan yang lain, anak yang hilang menemukan kegembiraannya dengan berfoya-foya tetapi pada satu titik tertentu semua berakhir hampa. Di saat inilah muncul kerinduan akan yang abadi. Itulah sisi yang pertama.
Pada sisi yang lain, sang gembala tentu merasa bersusah hati karena salah satu dombanya hilang. Sang Bapak juga merasa kehilangan karena ditinggalkan oleh si anak bungsu. Orang tua manakah yang tidak cemas bila anaknya (apalagi anak bungsu) pergi dan tidak ada kabar. Tentu bahwa kerinduan itu menggelisahkan baik oleh sang gembala maupun oleh sang bapak.  Kegelisahan, kecemasan ini yang mendorong gembala untuk meninggalkan kawanan dombanya dan pergi mencari yang hilang. Dan yang menjadi puncak dari dua perumpamaan ini adalah kebahagiaan karena sang gembala akhirnya menemukan domba yang hilang, sang bapak begitu bahagia karena anaknya akhirnya kembali ke rumah. Kebahagiaan itu terungkap ketika gembala itu memanggul dombanya dengan gembira dan sang bapak berlari dan memeluk anaknya hilang. Gembala dan sang bapak marah? Tidak sama sekali. Gembala menyampaikan kabar gembira itu pada tetangganya, sang bapak lantas memerintahkan untuk mengambil jubah yang indah dan mengenakan cincin serta mengadakan pesta untuk anak yang hilang. Padahal domba dan anak yang hilang telah tidak setia pada gembala dan pada sang bapak. Inilah letak kasih Allah yang tak terbatas jauh melampaui apa yang dipikirkan oleh manusia.
Kasih Allah itu luar biasa dan sungguh istimewa. Ia merangkul tanpa menghakimi, ia memanggul tanpa mengadili. Mengapa? Karena manusia begitu berharga di mata Allah. Siapapun dia! Ada dua hal yang kiranya menjadi refleksi untuk kita sekalian, yang pertama, terkadang kita begitu mudah untuk menghakimi atau mengadili. Akibatnya banyak domba yang terus menjauh dan tidak mau kembali, anak yang hilang tidak mau kembali karena takut diadili dan dipandang sebelah mata. Manakah yang benar, yang hilang harus dicari atau yang hilang harus semakin dihilangkan! Yang kedua, perlunya kesadaran akan siapa diri dari saat ke saat. Kita kadang bagaikan domba dan anak yang hilang, yang tidak sadar bahwa sedang “tersesat” atau sedang “hilang”. Sudah tahu bahwa sedang tersesat tapi merasa biasa-biasa saja atau merasa aman dengan diri.  Lebih parah lagi bila sudah tahu bahwa sedang tersesat malah lebih menyesatkan diri lagi. Bagaimana mungkin gembala mau menemukan kita, bila kita melihat “gembala” datang mencari dan kita malah berlari untuk lebih tersesat lagi. Perlu ada kejujuran dengan diri sendiri yang lahir dari sebuah kesadaran bahwa saya memang sedang hilang atau sedang tersesat. Tanpa ini, semua akan sia-sia.
Mari kita belajar dari dua perumpamaan ini, berusaha untuk menunjukkan wajah Allah yang mempunyai kasih tanpa batas dan selalu menyadari keadaan diri dari saat ke saat. Salam visio beatifica!

                             

Jumat, 06 September 2013

Renungan Minggu Biasa XXIII 8 September 2013 Injil Lukas 14:25-33

Bacaan Injil:
Pada suatu kali banyak orang berduyun-duyun mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya. Sambil berpaling Ia berkata kepada mereka: "Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Sebab siapakah di antara kamu yang kalau mau mendirikan sebuah menara tidak duduk dahulu membuat anggaran biayanya, kalau-kalau cukup uangnya untuk menyelesaikan pekerjaan itu? Supaya jikalau ia sudah meletakkan dasarnya dan tidak dapat menyelesaikannya, jangan-jangan semua orang yang melihatnya, mengejek dia, sambil berkata: Orang itu mulai mendirikan, tetapi ia tidak sanggup menyelesaikannya. Atau, raja manakah yang kalau mau pergi berperang melawan raja lain tidak duduk dahulu untuk mempertimbangkan, apakah dengan Jikalau tidak, ia akan mengirim utusan selama musuh itu masih jauh untuk menanyakan syarat-syarat perdamaian.sepuluh ribu orang ia sanggup menghadapi lawan yang mendatanginya dengan dua puluh ribu orang? Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku.

Renungan:
Kabar gembira yang kita renungkan bersama pada hari Minggu ini berbicara tentang ciri seorang murid yang baik. Sebagaimana lazim dalam kehidupan kita setiap hari, kita memiliki penilaian masing-masing tentang bagaimana seharusnya seseorang bersikap, berkata dan berpikir dalam sebuah kelompok tertentu. Seseorang akan dikatakan baik bila ia jujur dan setia dalam menjalankan tugas dan menegakkan aturan-aturan yang ada. Banyak kali kita temukan adanya penyimpangan dalam kehidupan bersama karena orang tidak mampu untuk menjalankan perannya dengan baik. Misalnya seorang pemimpin tidak sanggup untuk menjadi pemimpin yang baik karena ia tidak berpegang pada tata cara yang ada dan ia lebih mementingkan keinginan pribadinya atau seleranya. Sepasang suami istri gagal dalam membangun sebuah rumah tangga karena tidak mengikuti aturan main sebagai seorang suami yang baik dan juga sebagai seorang istri yang baik. Demikian pun seorang pelajar atau seorang mahasiswa gagal dalam tugas belajarnya karena menomorduakan kegiatan belajarnya yang sebenarnya adalah tugas pokok atau tugas utamanya. Kegagalan-kegagalan ini sebenarnya terjadi karena orang sering lupa akan jati dirinya, lupa akan status yang diembannya, lalai dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
Penginjil Lukas dalam warta sabdanya pada hari ini mengingatkan melalui sabda Yesus bagaimana kita menjadi seorang murid Kristus yang sejati. Ada beberapa kriteria agar seseorang dapat disebut sebagai Murid Kristus yang baik yaitu: menomorsatukan Kristus/ mengutamakan Kristus ketimbang hal-hal lain, berani untuk memikul salib dan mengikuti Yesus. Menomorsatukan Kristus berarti menomorduakan yang lainnya, bahkan secara radikal Yesus berkata termasuk nyawa kita pun dinomorduakan demi Kristus. Ini berarti bahwa untuk menjadi seorang murid Kristus berarti harus total dan utuh, berani untuk melepaskan diri dari ikatan-ikatan yang membelenggu diri atau tanpa syarat. Tanpa ini kita tidak bisa disebut sebagai seorang murid Kristus yang baik dan sejati. Mengapa Yesus mengungkapkan syarat-syarat ini? Karena Yesus ingin agar relasi kita dengannya tidak terhalangi oleh berbagai macam hal yang bisa menjauhkan kita dari diriNya sendiri. Lebih dari itu Yesus menginginkan kita para pengikutnya untuk menyerahkan diri seutuhnya. Tiada murid Kristus tanpa salib, tiada salib tanpa kesetiaan, tiada kesetiaan tanpa cinta yang utuh dan tak terbagi. Cinta pada Kristus dapat terungkap dalam keseharian hidup kita dengan memikul salib-salib yang ada dalam kehidupan kita setiap hari untuk bergerak menuju pada sebuah kemenangan yang abadi.

Pengungkapan cinta yang total pada Kristus dapat terungkap dalam keseharian hidup kita. Dengan berusahalah untuk menjadi seorang pastor yang baik, menjadi seorang suami istri yang baik dan bertanggungjawab untuk masa depan keluarga terutama anak-anaknya, menjadi seorang pelajar atau seorang mahasiswa yang baik. Menjadi seorang pemimpin yang baik di tengah komunitas atas dalam masyarakat. Dengan ini kita telah menjadi murid Kristus yang sejati dan kita telah menjalankan misi sebagai murid Kristus yaitu menghadirkan kebaikan dan menghadirkan cinta kasih yang sejati di dalam dunia ini. Kita telah menghadirkan wajah Allah yang penuh cinta dan kesetiaan di tengah dunia yang mulai pudar warna cinta dan kebaikan ini. Kiranya Tuhan senantiasa melimpahi berkat yang melimpahkan berkatNya yang melimpah untuk kita murid-muridNya, amin. salam Visio Beatifica!