Jumat, 30 Agustus 2013

Renungan 31 Agustus 2013 ; Matius 25: 14-30


Bacaan Injil:
Sebab hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang yang mau bepergian ke luar negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka.Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat.Segera pergilah hamba yang menerima lima talenta itu. Ia menjalankan uang itu lalu beroleh laba lima talenta.Hamba yang menerima dua talenta itupun berbuat demikian juga dan berlaba dua talenta.Tetapi hamba yang menerima satu talenta itu pergi dan menggali lobang di dalam tanah lalu menyembunyikan uang tuannya.Lama sesudah itu pulanglah tuan hamba-hamba itu lalu mengadakan perhitungan dengan mereka.
Hamba yang menerima lima talenta itu datang dan ia membawa laba lima talenta, katanya: Tuan, lima talenta tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba lima talenta. Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.
Lalu datanglah hamba yang menerima dua talenta itu, katanya: Tuan, dua talenta tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba dua talenta.Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.
Kini datanglah juga hamba yang menerima satu talenta itu dan berkata: Tuan, aku tahu bahwa tuan adalah manusia yang kejam yang menuai di tempat di mana tuan tidak menabur dan yang memungut dari tempat di mana tuan tidak menanam.Karena itu aku takut dan pergi menyembunyikan talenta tuan itu di dalam tanah: Ini, terimalah kepunyaan tuan!
Maka jawab tuannya itu: Hai kamu, hamba yang jahat dan malas, jadi kamu sudah tahu, bahwa aku menuai di tempat di mana aku tidak menabur dan memungut dari tempat di mana aku tidak menanam?Karena itu sudahlah seharusnya uangku itu kauberikan kepada orang yang menjalankan uang, supaya sekembaliku aku menerimanya serta dengan bunganya.
Sebab itu ambillah talenta itu dari padanya dan berikanlah kepada orang yang mempunyai sepuluh talenta itu.Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya.Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi."

Renungan:
Talenta! Demikian topik utama warta sabda yang akan direnungkan bersama pada hari ini. Dalam perumpamaan untuk menggambarkan tentang Kerajaan Allah, Yesus menggunakan banyak perumpamaan. Bila kemarin Yesus menggunakan pelita sebagai pokok perumpamaan, hari ini talenta yang menjadi pokok perumpamaan. Dalam perumpamaan ini ada beberapa hal utama yang diketengahkan  antara lain talenta, sang empunya talenta dan hamba-hamba yang diberi tanggung jawab untuk menggandakan talenta yang dipercayakan. Sang empunya talenta digambarkan sebagai orang yang loyal tetapi juga yang berprinsip tegas. Ia memberi kepercayaan dan juga menuntut pertanggungjawaban atas kepercayaan yang ia berikan. Ia memberikan talenta kepada hamba-hambanya dengan maksud agar para hambanya mengembangkan talenta –talenta itu. Pada titik ini sesungguhnya sang empunya talenta itu menginginkan agar para hambanya mampu untuk berjuang dengan upaya-upaya mereka agar boleh menghasilkan sesuatu. Itu berarti bahwa ada resiko dalam tanggungjawab ini. Ada resiko bahwa talenta itu dapat menghasilkan talenta yang lain dan ada resiko pula bahwa talenta itu bisa saja bisa saja gagal untuk dikembangkan. Ini berarti bahwa para hambanya harus jeli, pandai membaca peluang, menginvestasikan talenta itu dengan tepat dan bijaksana, teliti dan mempunyai berpikir visioner. Hasilnya adalah bahwa hamba yang pertama mampu untuk mengembangkan talentanya demikian  pun dengan hamba kedua. Mereka mampu untuk menjalankan kepercayaan tuannya. Berbeda dengan hamba yang lain, hamba yang ketiga memilih untuk menguburkan talenta yang dipercayakan oleh tuannya. Ia tidak mampu untuk mengambil resiko. Lebih dari pada itu dia lebih mencintai kenyamanan dirinya saat sekarang ketimbang masa yang akan datang.  Dan inilah yang menjadi bumerang untuk dirinya yaitu bahwa ia  akhirnya dicampakkan oleh tuannya. Talenta itu sebenarnya adalah soal kepercayaan dan dalamnya ada kemauan untuk mengambil resiko. Resiko ini bisa diatasi apabila ada keuletan dan kemauan untuk bertumbuh.

Saudara, setiap kita diberi kepercayaan untuk boleh bertumbuh di muka bumi ini. Ada banyak resiko yang ada dalam hidup ini tetapi bila ada kemauan pasti terbuka jalan yang lebar untuk kita. Banyak kali orang gagal justru karena mereka tidak mampu untuk mengambil resiko dan lebih mencintai kenyamanan dalam diri. Saatnya kita keluar dari zona-zona nyaman diri kita dan berusaha untuk mengembangkan apa yang dipercayakan Tuhan kepada kita. Salam visio beatifica!

Kamis, 29 Agustus 2013

Renungan: Jumat 30 Agustus 2013, Matius 25:1-13

Bacaan Injil:
 "Pada waktu itu hal Kerajaan Sorga seumpama sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki. Lima di antaranya bodoh dan lima bijaksana. Gadis-gadis yang bodoh itu membawa pelitanya, tetapi tidak membawa minyak, sedangkan gadis-gadis yang bijaksana itu membawa pelitanya dan juga minyak dalam buli-buli mereka. Tetapi karena mempelai itu lama tidak datang-datang juga, mengantuklah mereka semua lalu tertidur. Waktu tengah malam terdengarlah suara orang berseru: Mempelai datang! Songsonglah dia! Gadis-gadis itupun bangun semuanya lalu membereskan pelita mereka. Gadis-gadis yang bodoh berkata kepada gadis-gadis yang bijaksana: Berikanlah kami sedikit dari minyakmu itu, sebab pelita kami hampir padam. Tetapi jawab gadis-gadis yang bijaksana itu: Tidak, nanti tidak cukup untuk kami dan untuk kamu. Lebih baik kamu pergi kepada penjual minyak dan beli di situ. Akan tetapi, waktu mereka sedang pergi untuk membelinya, datanglah mempelai itu dan mereka yang telah siap sedia masuk bersama-sama dengan dia ke ruang perjamuan kawin, lalu pintu ditutup. Kemudian datang juga gadis-gadis yang lain itu dan berkata: Tuan, tuan, bukakanlah kami pintu! Tetapi ia menjawab: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya aku tidak mengenal kamu. Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya."

Renungan:
Injil yang kita renungkan bersama pada hari ini merupakan perumpamaan Yesus  tentang 10 orang perempuan yang mana 5 di antaranya bijaksana dan yang lainnya bodoh. Mereka membawa serta pelitanya masing-masing.  Pelita itu berfungsi untuk menerangi mereka saat menantikan dan menyongsong kedatangan mempelai laki-laki. Namanya sebuah pelita tentu bahwa membutuhkan minyak agar pelita itu dapat berfungsi dengan baik yaitu memberikan terangnya. Sayang bahwa lima gadis yang bodoh ternyata hanya membawa pelita tetapi tidak membawa minyak. Sebuah kekonyolan yang menunjukkan bahwa mereka layak untuk disebut gadis yang bodoh. Perumpamaan Yesus ini menggambarkan situasi kedatangan Kerajaan Allah di mana ketika Tuhan datang kita harus siap sedia  dengan pelita yang bernyala di tangan. Pelita yang ada dalam perumpamaan ini menggambarkan tentang kesiagaan yang seharusnya ada dalam diri setiap orang. Kesiagaan itu perlu disi dengan kematangan iman yang menjadi sumber kekuatan untuk kesiagaan itu sendiri. Tanpa kematangan iman ini maka kesiagaan itu menjadi sia-sia belaka. Pelita harus diisi dengan minyak. Kesiagaan itu adalah sebuah bentuk dari pengharapan dan kematangan iman dalam pengharapan  ini akan memberikan nyala penuh kasih dan yang menjadi sumber kebahagiaan karena perjumpaan dengan sang mempelai yang dinanti-nantikan.

Dalam keseharian hidup kita, hendaknya kita tetap bersiaga penuh harapan dengan pelita yang bernyala di tangan yang selalu diisi dengan minyak iman dan kasih itu pasti akan datang menyapa. Ketika kasih itu datang menyapa maka kita akan sanggup untuk memandang  Wajah Allah karena ada terang yang diberikan  oleh pelita yang ada di tangan kita masing-masing.  ” Berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya.” Salam visio beatifica!

Rabu, 28 Agustus 2013

Kamis, 29 Agustus 2013: Peringatan Kematian Yohanes Pembaptis; Markus 6:17-29

 Bacaan Injil:
Sebab memang Herodeslah yang menyuruh orang menangkap Yohanes dan membelenggunya di penjara berhubung dengan peristiwa Herodias, isteri Filipus saudaranya, karena Herodes telah mengambilnya sebagai isteri.Karena Yohanes pernah menegor Herodes: "Tidak halal engkau mengambil isteri saudaramu!"Karena itu Herodias menaruh dendam pada Yohanes dan bermaksud untuk membunuh dia, tetapi tidak dapat,sebab Herodes segan akan Yohanes karena ia tahu, bahwa Yohanes adalah orang yang benar dan suci, jadi ia melindunginya. Tetapi apabila ia mendengarkan Yohanes, hatinya selalu terombang-ambing, namun ia merasa senang juga mendengarkan dia.
Akhirnya tiba juga kesempatan yang baik bagi Herodias, ketika Herodes pada hari ulang tahunnya mengadakan perjamuan untuk pembesar-pembesarny perwira-perwiranya dan orang-orang terkemuka di Galilea.
Pada waktu itu anak perempuan Herodias tampil lalu menari, dan ia menyukakan hati Herodes dan tamu-tamunya. Raja berkata kepada gadis itu: "Minta dari padaku apa saja yang kauingini, maka akan kuberikan kepadamu!",lalu bersumpah kepadanya: "Apa saja yang kauminta akan kuberikan kepadamu, sekalipun setengah dari kerajaanku!"
Anak itu pergi dan menanyakan ibunya: "Apa yang harus kuminta?" Jawabnya: "Kepala Yohanes Pembaptis!"Maka cepat-cepat ia pergi kepada raja dan meminta: "Aku mau, supaya sekarang juga engkau berikan kepadaku kepala Yohanes Pembaptis di sebuah talam!"Lalu sangat sedihlah hati raja, tetapi karena sumpahnya dan karena tamu-tamunya ia tidak mau menolaknya.
Raja segera menyuruh seorang pengawal dengan perintah supaya mengambil kepala Yohanes. Orang itu pergi dan memenggal kepala Yohanes di penjara.
Ia membawa kepala itu di sebuah talam dan memberikannya kepada gadis itu dan gadis itu memberikannya pula kepada ibunya. Ketika murid-murid Yohanes mendengar hal itu mereka datang dan mengambil mayatnya, lalu membaringkannya dalam kuburan.

Renungan:


Penginjil Markus dalam warta sabdanya pada hari ini menampilkan kisah Yohanes Pembaptis dibunuh. Yohanes dibunuh karena Ia dengan berani menyuarakan suara kenabiannya yaitu menentang Herodes yang memperistri Herodias yang juga adalah istri dari Filipus saudara Herodes. Yohanes Pembaptis menjadi korban karena menentang cinta segitiga ini, Yohanes Pembaptis menjadi korban karena ambisi Herodes dan juga Herodias, Yohanes Pembaptis menjadi korban karena gengsi dan kewibawaan yang mau dipertahankan oleh Herodes di hadapan para tetamu undangannya dan secara manusiawi Yohanes Pembaptis menjadi korban karena suara kebenarannya yang lantang. Berbicara soal kebenaran , kiranya apa yang ditunjukkan oleh Yohanes Pembaptis dan Herodes menjadi bahan refleksi untuk kita. Yohanes Pembaptis tetap menyuarakan kebenaran meski resikonya adalah dia harus di penjara dan kemudian dihukum mati. Sedang Herodes, ia mengingkari kebenaran yang ada dalam hatinya. Ia sebenarnya segan dengan Yohanes Pembaptis, ia kagum dengan Yohanes Pembaptis dan ini adalah sebuah kebenaran hanya sayang bahwa kebenaran ini akhirnya dikorbankan demi sebuah nama besar. Kemanusiaan mengalahkan kebenaran yang hakiki. Dalam konteks harian hidup kita terutama dalam dunia dewasa ini yang syarat dengan persaingan terkadang kebenaran itu dipertaruhkan dalam dua pilihan. Mempertahankannya atau mengingkarinya.  Patut dicermati bahwa terkadang kebenaran itu bila dilihat dari segi manusiawi sering menyakiti, melukai , menjadi tidak populer dan membawa penderitaan. Akan tetapi hendaknya kita sadar bahwa kebenaran itu memerdekakan karena puncak dari suara kebenaran itu ada pada kebahagiaan meski kebahagiaan itu lahir dari sebuah rasa sakit yang tak terkira. Kebahagiaan itu adalah karena itu telah mampu menyuarakan kehendak Tuhan seperti halnya yang telah dilakukan oleh Yohanes Pembaptis. Mari kita senantiasa mempertahankan kebenaran meski menyakitkan dan melukai karena bukan kegembiraan dunia yang mau kita dapatkan tapi karena kebahagiaan surgawi yang mau kita dapatkan. Alasannya adalah karena kita telah menunjukkan Wajah Allah dalam warta sebuah kebenaran. Salam visio beatifica!

Selasa, 27 Agustus 2013

Renungan Rabu, 28 Agustus 2013 Matius 23: 27 -32

Bacaan Injil:
Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran. Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan. Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu membangun makam nabi-nabi dan memperindah tugu orang-orang saleh dan berkata: Jika kami hidup di zaman nenek moyang kita, tentulah kami tidak ikut dengan mereka dalam pembunuhan nabi-nabi itu. Tetapi dengan demikian kamu bersaksi terhadap diri kamu sendiri, bahwa kamu adalah keturunan pembunuh nabi-nabi itu. Jadi, penuhilah juga takaran nenek moyangmu!
Renungan :
Dalam bacaan Injil yang kita renungkan bersama pada hari ini menampilkan kecaman Yesus yang terus menyoroti kemunafikan orang farisi dan ahli-ahli taurat. Di mana kedua kelompok orang ini digambarkan sebagai kuburan yang bersih dari luarnya tapi bagian dalamnya penuh dengan tulang belulang. Hal ini tidak pernah disadari oleh kedua kelompok ini sehingga mereka merasa bahwa apa yang mereka lakukan adalah benar atau tepat. Ketidaksadaran kedua kelompok orang ini akan apa yang mereka perbuat tentunya menjadi bumerang untuk diri mereka sendiri. Bila kita kaitkan dengan sebuah teori yang ada dalam ilmu Psikologi yang mengatakan bahwa dalam diri setiap manusia ada 4 ruang yaitu ruang pertama menggambarkan apa yang tidak kita ketahui, orang lain tahu, ruang kedua yang menggambarkan apa yang kita ketahui orang lain tidak ketahui, ruang yang ketiga menggambarkan kita tahu tentang diri kita dan orang lain pun tahu, dan ruang yang terakhir adalah kita tidak tahu tentang diri kita dan orang lain pun tidak tahu. Berangkat dari teori ini satu hal yang perlu digaribawahi adalah perlu ada kemampuan untuk berefleksi atau melihat diri sehingga tepatlah apa yang dikatakan oleh Plato bahwa hidup yang tidak direfleksikan adalah hidup yang tidak pantas untuk dijalani. Kembali ke bacaan injil, kedua kelompok orang ini hanya menampilkan aspek luar dan lupa untuk kembali melihat ke dalam diri. Hal mana yang menjadi kecaman Yesus. Belajar dari hal ini hendaknya kita senantiasa mempertajam mata hati kita untuk sanggup melihat apa yang ada di dalam diri kita masing-masing. Santo Agustinus yang pestanya kita rayakan pada hari ini telah menunjukkan refleksinya yang matang akan dirinya dan kehidupannya. Ia kemudian menyadari siapa dirinya di hadapan Tuhan. Hal ini terungkap dalam doanya, “ya Allah Engkaulah keabadian sedang aku hancur dalam kepingan waktu. Dalam perjalanan waktu diriku terpecah, anganku terbagi sebelum akhirnya menemukan keabadian dalam Engkau. Mari kita senantiasa berefleksi agar kita senantiasa menemukan siapa diri kita di hadapan Allah dan terlebih agar kita mampu menemukan Wajah Tuhan yang tersamar dalam setiap alur hidup kita. Salam visio beatifica!


Senin, 26 Agustus 2013

Renungan Selasa 27 Agustus 2013: Matius 23:23-26

Penginjil Matius dalam warta sabdanya yang kita renungkan bersama pada hari ini merupakan kelanjutan dari bacaan kemarin yang mengisahkan tentang kecaman Yesus untuk orang farisi dan ahli taurat. Dalam bacaan injil hari ini kita merenungkan bagaimana Yesus secara langsung dan tegas menyebut dua kelompok orang ini sebagai orang yang munafik. Kemunafikan adalah sebuah sikap yang menunjukkan kenyataan adanya ketidakjujuran dari seseorang. Boleh dibilang bermuka dua, bermulut manis yang penuh kepura-puraan. Jenis ini biasanya hanya berusaha untuk menunjukkan kebaikan yang semu dalam tampilan yang kasat mata tetapi sungguh jauh berbeda dengan apa yang ada di dalam. Orang lebh menonjolkan casing ketimbang isi dalam. Kecaman Yesus ini merupakan awasan buat kita sekalian dalam bersikap. Baiklah bersikap apa adanya ketimbang ada apanya. Seperti lirik lagunya Peter Pan, buka dulu topengmu hendaknya kita pun berusaha menanggalkan topeng-topeng yang mungkin selama ini kita kenakan. Topeng yang identik dengan kepalsuan dan mengaburkan yang asli. Tak bisa untuk dipungkiri bahwa dunia dewasa ini banyak orang bertopeng. Menjelang pemilu banyak juga orang yang bertopeng yang bisa mengaburkan mata. Topeng itu hanya bisa ditanggalkan bila orang memiliki kemauan yang kuat untuk pertama-tama jujur pada diri sendiri, berani untuk mendengarkan suara hati dan berlaku sesuai dengan kata hati. Melalui teladan Santa Monika yang pestanya kita peringati pada hari ini, marilah kita berusaha untuk memperbaiki diri dan mendoakan mereka semua yang masih setia menggunakan topeng-topeng dalam hidupnya. Biarlah semuanya sanggup untuk menunjukkan cahaya wajah Tuhan tanpa terhalang oleh topeng-topeng. Salam Visio Beatifica!

Minggu, 25 Agustus 2013

Renungan Matius 23:13-22, Senin 26 Agustus 2013

Injil hari ini berisi tentang kecaman Yesus bagi orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Sebuah kecaman yang tentunya beralasan. Kecaman ini berkaitan dengan pola laku dua kelompok orang ini. Kecaman yang pertama tentang sikap dua kelompok ini yang tidak sanggup menjalankan peran mereka sebagai penunjuk arah atau jalan menuju Allah. Peran sebagai penunjuk jalan justru diganti dengan penghalang jalan. Lebih parah lagi bahwa justru mereka semakin membuat orang menjauh dari Allah sendiri. Kecaman yang berikutnya karena dua kelompok orang ini justru mengajak orang untuk menomorduakan Allah. Pada titik ini, dua kelompok orang ini gagal total di dalam menjalankan peran mereka sebagai penunjuk arah menuju Allah. Kecaman Yesus ini kiranya menjadi refleksi untuk kita sekalian, apakah kita telah sanggup untuk menjalankan panggilan hidup kita masing-masing? Lebih dari itu apakah kita telah sanggup untuk mengantar sesama kita pada Allah yang menjadi tujuan akhir hidup kita? Yang perlu diingat adalah bahwa hendaknya kita sanggup untuk menyelaraskan antara apa yang kita imani dengan apa yang kita lakukan. Banyak kali orang menjadi gagal menjalankan perannya karena silau oleh kedudukan dan lupa untuk menjalankan peran dalam panggilan hidupnya. Seorang pemimpin gagal karena ia lebih sibuk memikirkan kepentingannya. Seorang kepala keluarga gagal karena ia lebih asyik dengan pekerjaannya, seorang pelajar gagal karena ia lupa pada tugas pokoknya. Melalui bacaan suci pada hari ini, kita diajak untuk senantiasa menyadari dan menjalankan tugas dan peran kita masing-masing. Ibarat sebuah mesin hanya akan berfungsi dengan baik bila setiap komponennya dapat dijalankan dengan baik. Demikian pun kita. Mari kita hadirkan wajah Allah dalam tugas dan peran hidup kita masing-masing. Salam Visio Beatifica!

Renungan Minggu Biasa XXI Tahun C, 2013

BERJUANGLAH UNTUK MASUK MELALUI PINTU YANG SEMPIT

Di kota2 besar di indonesia sering kita jumpai kemacetan yang parah. Salah satu titik kemacetan adalah pintu masuk dan pintu keluar jalan tol. Kendaraan2 merayap karena volume kendaraan yang melebihi kapasitas dan harus melalui pintu tol yang sempit. Biasanya yang membuat macet adalah kendaraan2 besar yang memenuhi jalanan. Berhadapan dengan situasi ini orang dituntut untuk sabar. Hal lain yang sering kita jumpai adalah sebuah pintu. Setiap hari kita selalu melewati pintu. Kita masuk ke dalam rumah atau keluar dari rumah juga melalui pintu. Semakin besar sebuah rumah tentu ukuran sebuah pintu pun akan disesuaikan. Dalam bacaan injil yang kita dengar bersama pada hari ini juga berbicara tentang sebuah pintu. Tetapi pintu yang disebutkan dalam injil tadi adalah pintu yang sempit. Karena itu orang harus berjuang untuk masuk ke dalam melalui pintu yang sempit itu.
Saudara dan saudariku yang terkasih.....
Yesus berbicara tentang pintu yang sempit ini karena ada pertanyaan tentang keselamatan. Yang menarik adalah bahwa Yesus mengatakan harus berjuang untuk masuk melalui pintu yang sempit itu. Pintu sudah sempit dan sesewaktu pintu itu akan ditutup. Disinilah Yesus mengarisbawahi makna kata berjuanglah yaitu harus berusaha  untuk mencapai pintu yang sempit sebelum pintu itu ditutup. Sudah sempit, sesewaktu ditutup lagi. Tentu bahwa untuk berjuang orang perlu mempunyai sikap pengorbanan.  Tidak ada perjuangan tanpa melalui sebuah kurban. Apa yang menjadi kurban dalam sebuah perjuangan untuk melalui sebuah pintu yang sempit sebelum pintu itu ditutup?
Saudara dan saudariku yang terkasih...
Sering saya diajak untuk makan bersama  dan ketika diminta untuk makan yang banyak biar cepat gemuk dengan nada kelakar saya sering berkata “saya biasa makan sedikit untuk menjaga kerampingan”.  Setiap orang terutama kaum wanita (maaf kalau salah) sering berjuang untuk tetap kelihatan ramping. Banyak iklan di televisi pun yang berlomba-lomba menawarkan productnya yang berkhasiat untuk merampingkan badan. Bahkan dalam iklan sering ditampilkan orang yang ramping bisa bergerak bebas melalui celah yang sempit sekalipun. Pada kesempatan ini saya bukan mau mempromosikan product untuk merampingkan badan tapi mau mengajak kita sekalian untuk sama2 berjuang masuk melalui pintu yang sempit. Bagaimana caranya? Orang hanya bisa menyusup dengan mudah untuk mencapai pintu yang sempit sebelum pintu ditutup bila orang itu sanggup untuk merampingkan diri dari dosa-dosanya. Berani untuk meninggalkan kebiasaan2 buruknya. Semua ini tentu butuh perjuangan dan membutuhkan pengurbanan. Bila di dalam keluarga sering dihadirkan kebun binatang maka hal ini perlu dirampingkan, hadirkanlah suasana cinta dan damai. Pikiran yang buruk tentang orang lain perlu dipangkas dengan pikiran-pikiran yang positif. Mulut yang suka bergosip perlahan-lahan perlu dihilangkan dengan kata2 positif. Tentang hal ini saya teringat akan kata2 romo senior kami yang barusan meninggal beberapa minggu yang lalu. Sering orang lebih mudah untuk melihat dan berbicara tentang keburukan atau kekurangan sesamanya ketimbang berbicara tentang kebaikan sesamanya. Baru pada saat orang meninggal dunia baru dibacakan atau diceritakan litani kebaikan orang yang sudah meninggal dunia. Apa banyak gunanya berbicara tentang kebaikan seseorang pada saat orang itu sudah meninggal dunia? Itu yang harus dirampingkan. Masih banyak hal lain yang perlu kita rampingkan untuk kehidupan iman kita terlebih untuk keselamatan kita, yang dicapai melalui pintu yang sempit. Jangan pintu sudah sempit, kita per sempit lagi dengan kegemukan dosa2 kita, kegemukan kekurangan-kekurangan kita. Dan pintu itu adalah Kristus sendiri. Bila Kristus terhimpit oleh kegemukan2 dosa kita, bila kita menjauhkan diri dari Kristus maka pintu pasti akan tertutup untuk kita. Kita perlu dekat selalu dengan Kristus dalam doa dan dalam perwujudan iman dalam hidup sehari2.
Saudara dan saudariku yang terkasih........

Barangsiapa yang berusaha untuk mengecilkan atau merampingkan diri dari dosa dan kekurangan2nya, ia akan  dengan mudah masuk melalui pintu yang sesak dan sempit sebelum pintu itu dtiutup. Mari kita berjuang dengan banyak berbuat kebaikan dalam kehidupan kita masing2, Tuhan selalu beserta kita, amin.